China akan Bangun Pusat Peradilan Laut di Tengah Sengketa

id peradilanlautsengketa

Beijing, 13/3 (Antara/Reuters) - China berencana membangun pusat peradilan laut antarbangsa untuk membantu melindungi kedaulatan dan hak negara itu di lautan, kata hakim China pada Minggu.

Saat memberikan laporan kerja di sidang tahunan parlemen China, kepala departemen keadilan Zhou Qiang mengatakan seluruh pengadilan di penjuru China bekerja untuk memberlakukan strategi internasional, yang membangun China menjadi kekuatan laut.

Dia mengatakan, "Kami harus benar-benar menjaga kedaulatan negara, hak kelautan dan kepentingan inti China. Kami harus meningkatkan kinerja pengadilan laut dan membangun pusat peradilan laut antarbangsa."

Dia tidak memberikan rincian apa pun. Belum jelas kapan pusat tersebut mulai melaksanakan tugas, di mana akan ditempatkan atau perkara seperti apa yang akan diterima.

China mengklaim kepulauan tidak berpenghuni, yang juga didaku oleh jepang di Laut China Timur, dan juga mengklaim sebagian besar Laut China Selatan. Taiwan, Malaysia, Vietnam, Filipina dan Brunei Darussalam juga mengklaim wilayah yang sama.

Filipina telah menyerahkan sebuah kasus kepada pengadilan arbitrasi di Den Haag terkait sengketanya dengan China di Laut China Selatan, membuat marah China yang telah meminta untuk tidak ikut.

Pengakuan China, yang semakin meluas di Laut China Selatan bersama dengan angkatan lautnya yang semakin mutakhir, membuat suasana semakin panas di wilayah tersebut.

Zhou mengatakan sekitar 16.000 kasus maritim diketahui oleh pengadilan China pada tahun lalu, yang paling banyak di dunia. China memiliki jumlah pengadilan maritim secara global, tambah dia.

Zhou menunjuk kepada ssebuah kasus yang terjadi pada 2014 di sebuah pengadilan maritim bagian tenggara China, terkait sebuah tabrakan antara kapal pukat China dan sebuah kapal kargo berbendera Panama di perairan dekat kepulauan yang disengketakan oleh China dan Jepang di Laut China Timur.

Perkara tersebut, yang berakhir dengan penengahan, betul-betul menunjukkan kekuasaan hukum China atas wilayah itu, kata dia.*