Peluang dan Tantangan Menyongsong Pemberlakukan MEA

id MEA

Padang, (Antara) - Tinggal dua pekan lagi tepatnya 31 Desember 2015 kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan diberlakukan yang mengisyaratkan pasar terbuka kawasan regional Asia Tenggara segera berlaku.

Direktur Kerja Sama Fungsional ASEAN Kementerian Luar Negeri JS George Lantu memaparkan terdapat empat pilar dalam MEA yaitu membentuk pasar yang menjadi basis produksi tunggal, memiliki daya saing, pembangunan ekonomi merata dan terintegrasi dengan ekonomi global.

Ia mengatakan MEA berbeda dengan Uni Eropa karena komunitas ASEAN bukan unifikasi dari suatu benua.

"Di Uni Eropa mereka menyatukan berbagai bidang, misalnya pertahanan dan keamanan disatukan, bea cukai disatukan, parlemen juga demikian dan lainnya. Dalam MEA tidak demikian karena umumnya anggota ASEAN memperoleh kemerdekaan dengan susah payah," katanya.

Ia mengungkapkan, berdasarkan data dari AEM Joint Media Statement, Kuala Lumpur, pada Agustus 2015, pertumbuhan ekonomi ASEAN pada 2014 4,4 persen dan diperkirakan meningkat menjadi 4,9 persen pada 2015.

"Angka itu menunjukkan bahwa ASEAN adalah kawasan yang tumbuh paling stabil di dunia," ujarnya.

Sementara rata-rata produk domestik bruto (PDB) per kapita ASEAN mencapai 4.130 dolar AS pada 2014. Angka tersebut meningkat dua kali lipat sejak dicetuskan cetak biru MEA pada 2007.

Dari nilai perdagangan intra ASEAN, berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan Indonesia, Indonesia memiliki kegiatan ekonomi yang cukup baik yaitu pada 2014 mencakup 23,9 persen dari total perdagangan ASEAN atau meningkat 57 persen sejak 2007.

Selain itu, nilai investasi asing global ke Indonesia juga meningkat lebih dari tiga kali lipat sejak dicetuskan cetak biru MEA. Pada 2013, investasi asing global mencapai 23,3 miliar dolar AS.

Dari negara anggota ASEAN sendiri, investasi ke Indonesia juga meningkat dari 8,7 miliar dolar AS pada 2013 menjadi 13,5 miliar dolar AS pada 2014.

Indonesia juga memiliki peluang dari tenaga kerja profesional karena empat dari delapan sektor yang dibuka, tenaga kerja Indonesia memiliki kualitas yang telah diakui hingga ke luar negeri.

"Ada delapan sektor yang dibuka, pada saat negosiasi dilaksanakan, delegasi Indonesia mempertimbangkan apa keuntungan dan kekuatan Indonesia dalam delapan sektor tersebut," katanya.

Ia menyebutkan empat dari delapan sektor tersebut di antaranya engineering (teknisi), perawat, kepariwisataan dan arsitektur.

"Misalnya di bidang engineering, maskapai Garuda Indonesia memiliki pusat perawatan yang masuk salah satu terbaik di Asia. Kita juga punya hampir 700 orang perawat di Belanda dengan kategori nomor satu," lanjutnya.

Empat sektor lainnya yaitu akuntan, tenaga survei, praktisi medis dan dokter gigi. Untuk sektor akuntan dan survei, Indonesia memang membutuhkan banyak tenaga di bidang tersebut.

Ia mengatakan, peluang lain masih terbuka lebar karena ada banyak perusahaan Indonesia yang telah beroperasi di kawasan ASEAN seperti PT Dirgantara Indonesia, Aneka Tambang, Pertamina dan lainnya.

Meski demikian, harus diakui bahwa daya saing Indonesia masih berada di peringkat ke-34 dari 144 negara di dunia berdasarkan Global Competitiveness Index tahun 2014 yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF).

Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand untuk daya saing di kawasan ASEAN sehingga perlu ditingkatkan agar manfaat nyata dari MEA dapat diperoleh dengan menjadi pusat produksi dan distribusi.

"Hal tersebut menjadi tantangan, yaitu meningkatkan daya saing salah satunya melalui meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)," tambahnya.

Pembangunan Ketenagakerjaan

Kepala Bidang Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja (Lattas) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumbar, Zudarmi mengatakan, filosofi dari pembangunan ketenagakerjaan berasal dari pembukaan UUD 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum.

Selain itu, diamanatkan pula dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

"Bertolak dari UU tersebut, dan juga sebagai upaya menyongsong MEA, maka diusahakan agar setiap tenaga kerja dapat bekerja secara kompeten, profesional dan produktif," katanya.

Ia menjelaskan, untuk mewujudkan hal itu dibuat kebijakan pembangunan ketenagakerjaan berupa peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja melalui pengembangan sistem pelatihan berbasis kompetensi.

"Peningkatan kompetensi dan produktivitas tersebut dilaksanakan melalui pelatihan kerja di daerah. Itu menjadi peran pemerintah daerah sesuai UU Sislakernas dan Permenakertrans No. 11 Tahun 2013," ujar dia.

Pelaksanaan pelatihan kerja di daerah dilakukan melalui Balai Latihan Kerja (BLK) pemerintah dan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS).

"Walau baru mempunyai sembilan BLK di kabupaten dan kota, namun Sumbar memiliki 320 LPKS yang hingga akhir Desember 2015 diharapkan 115 programnya telah terakreditasi sebagai salah satu syarat penyelenggaraan pelatihan kerja berbasis kompetensi," tuturnya.

Untuk menyongsong MEA, ia mengimbau agar pemerintah kabupaten dan kota menyediakan anggaran untuk pelaksanaan pelatihan kerja dan manfaatkan LPKS yang telah memiliki akreditasi.

Akreditasi LPK sangat diperlukan untuk menjamin kredibilitas LPK sebagai lembaga yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan dan menjamin kualitas lulusannya.

Akreditasi juga sebagai informasi yang akurat bagi pengguna (user) tentang kualitas dan kredibilitas LPK, serta sebagai indikator pengakuan level kinerja LPK guna mendorong peningkatan performa tingkat regional hingga global, tambahnya.

Data pelatihan tenaga kerja Sumbar sejak 2010 hingga 2014 menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Sejak tahun 2010 berjumlah 1.460 orang hingga 2014 menjadi 18.481 orang adalah hasil dari pelatihan berbasis kompetensi yang diharapkan pada tahun 2016 juga akan terus meningkat.

Kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan pelatihan kerja adalah masih kurangnya tenaga instruktur dan sarana pendukung lainnya.

"Sebagai solusi, antisipasi kekurangan instruktur, pada 2015 sudah dilakukan penambahan sebanyak 11 instruktur yang ditempatkan di BLK UPTD baik provinsi maupun kabupaten/kota, sarana dan prasarana juga akan ditingkatkan baik bangunan maupun peralatan," katanya.

Berbenah

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumbar Muzakir Aziz mengatakan MEA merupakan suatu peluang bersyarat.

Artinya MEA diyakini dapat membawa berjuta peluang manfaat bagi semua elemen masyarakat hanya jika Indonesia mampu memenuhi syarat memiliki daya saing yang kuat, kata dia.

"Kunci untuk memiliki daya saing dan siap bersaing adalah berbenah diri, yang harus dilakukan semua pemangku kepentingan terutama di daerah," jelasnya.

Ia mengatakan, pemerintah daerah di berbagai tingkatan dalam keseharian bersentuhan langsung dengan masyarakat, sehingga memiliki peran signifikan terhadap kesuksesan implementasi kebijakan pusat.

Selain peningkatan kualitas produk melalui permodalan, pengemasan hingga pemasaran, bidang jasa juga perlu perhatian agar kemampuan tenaga kerja yang terlibat dapat ditingkatkan dan memiliki kompetensi yang ditandai dengan sertifikat kompetensi. *