Belum Ada Listrik, Sofiyah Jadi Korban Lampu Dinding

id Sofiyah, Korban, Lampu, Dinding

Belum Ada Listrik, Sofiyah Jadi Korban Lampu Dinding

Sofiyah (kanan), warga Jorong Kampung Baru, Nagari Alam Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan, yang menjadi korban lampu dinding. (ANTARA SUMBAR/Joko Nugroho)

Cerianya hilang. Ia kini hanya bisa terbaring di kasur yang dibentang di ruang tamu, tempat biasa dirinya bersama kakak dan abangnya belajar mengaji selepas Maghrib, sambil menahan perih karena kulitnya yang mengelupas.

Namanya Sofiyah. Usianya empat tahun lebih empat bulan. Putri bungsu pasangan Zuryadi (53) dan Darmaiza (43) ini mengalami luka bakar di bagian wajah, badan serta pahanya pada Minggu (1/11).

Menurut sang ayah, Zuryadi, pada Minggu petang itu selepas Maghrib ketika kedelapan anaknya tengah menghafal ayat-ayat pendek Al Quran, dirinya ingin menambahkan minyak tanah ke dalam lampu dinding yang terbuat dari botol bekas minuman energi. Ketika minyak tanah akan dituang, tiba-tiba api lampu dinding itu menyambar minyak tanah seperti puntung rokok yang dijentikan ke bensin.

Dan entah seperti apa kejadiannya, rok Sofiyah yang waktu itu tengah menghafal surat Al Fatihah tiba-tiba terbakar. "Sofiyah langsung lari ke tempat kakaknya, Sinatul Hayati (10), yang berada di depannya. Saya sendiri terpental seolah ada yang memukul di kuduk," kenang warga Jorong (Dusun) Kampung Baru, Nagari Alam Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan, ini.

Setelah mengetahui tangan, paha, perut dan mukanya terbakar, Sofiyah berujar, "Ayahanda bawa Sofiyah ke bidan Yola, Ayahanda bawa Sofiya ke bidan Yola,".

Dengan menggunakan sepeda motor, Zuryadi menembus malam tanpa bulan tanpa bintang serta tanpa lampu jalan. Menempuh jalan yang belum diaspal sepanjang lebih kurang satu kilometer mengantarnya anaknya yang nomor sepuluh ini ke bidan desa terdekat.

Kini, luka bakarnya mulai mengering kendati belum sembuh betul. Bibirnya yang ikut terbakar, membuat Sofiyah sulit untuk mengunyah makanan yang disuapkan. "Hanya minum susu dan air manis," saut sang ibu, Darmaiza.

Pahanya yang ikut terbakar, membuat anak yang dikenal cerdas dan telaten oleh keluarganya ini tidak bisa berjalan. Buang hajat maupun kencing dilakukannya di tempat tidur. "Rewelnya sudah mulai kurang," kata perempuan yang enggan menjauh dari tempat terbaring putri bungsunya ini.

Menurut Zuryadi, bukannya ia enggan merawat Sofiyah di rumah sakit kendati anak-anaknya mendapat kartu jaminan kesehatan dari pemerintah, namun karena sulit membagi waktu membuatnya hanya memberikan obat anjuran bidan desa yang dibeli di apotek.

"Anak-anak saya ini jika melihat saya panik, mereka juga ikut panik. Saya takut mereka tidak terurus. Jadi saya putuskan merawat Sofiyah di rumah saja," katanya.

Segala aktivitas Sofiyah saat ini hanya dilakukan di tempat tidur, dan sesekali merengek, mungkin karena kesakitan atau mungkin merasa lapar.

Diduga Minyak Tanah Oplosan

Minyak tanah yang dituangkan untuk menambah lampu dinding saat kejadian terbakarnya Sofiyah merupakan sisa dari seminggu sebelumnya. Menurut Zuryadi, seumur-umur dirinya baru kali ini menemukan api yang menyambar ketika minyak tanah dituangkan.

"Dari nenek-nenek saya, tidak ada api yang menyambar minyak tanah. Sedang abu yang disiram minyak tanah saja sulit terbakar," katanya.

Diduga, katanya, minyak tanah yang dibelinya dari pedagang di daerah itu seharga Rp11.000 per liter merupakan minyak tanah oplosan. "Minyak tanah ini sisa seminggu yang lalu," katanya.

Selain dirinya, katanya, kejadian serupa juga dialami tetangganya, Darmailis (45), sehari setelah Sofiyah terbakar.

"Padahal, kepada para tetangga yang menjenguk Sofiyah sudah saya wanti-wanti agar berhati-hati mengisi ulang lampu dinding," kata anggota Badan Musyawarah (Bamus) Nagari Alam Pauh Duo itu.

Musibah yang menimpa Darmailis, katanya, muasalnya menyerupai dengan musibah yang menimpa anggota keluarganya. "Kejadiannya hampir persis sama, selepas Maghrib juga. Saat itu dia (Darmailis) juga ingin menambah minyak tanah ke lampu dinding," katanya.

Darmailis mengalami lupa bakar sekujur tubuh bagian kanan, mulai dari wajah, badan, tangan dan kaki.

"Semoga kejadian ini hanya saya dan keluarga yang mengalami. Tidak ada jatuh korban lagi," ujarnya.

Belum Ada Listrik

Zuryadi masuk ke dusun yang dulunya masih bernama Pekonina itu sejak 1989. Ia dari Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Kala itu, Solok Selatan masih menjadi satu bagian dari Kabupaten Solok.

Saat itu, katanya menceritakan, daerah tempat tinggalnya kini ketika malam hari masih gelap gulita karena belum mendapat aliran listrik dari PLN. Jalan menuju rumahnya pun belum beraspal, bahkan hingga sekarang.

Dan sampai anaknya yang berjumlah sepuluh orang itu pun lahir ketika malam tiba mereka masih tetap dihibur derik jangkrik atau kodok mengorek, mereka pun harus belajar sembari menghirup jelaga lampu dinding.

Ketika di sekolah, mereka pun cuma bisa mendengarkan cerita teman-temannya tentang kisah sinetron yang kini tengah naik rating, atau film anak-anak seperti Adit dan Sopo Jarwo, serta Ipin Upin.

"Kadang saya miris juga. Ketika pemerintah ingin menuntaskan wajib belajar sembilan tahun, sementara di tempat saya ini anak-anak belajar masih diterangi lampu dinding," katanya, yang juga seorang guru di Madrasah Tsanawiyah Pekonina ini.

Pun kala malam sepi menerpa, dirinya terkadang berdiri di halaman sambil memandang nun jauh di kampung sebelah. Di teras-teras rumah warga kampung sebelah tampak kerlip-kerlip lampu-lampu dari listrik PLN, seperti cahaya kapal di tengah lautan.

Kepala Jorong (Dusun) Kampung Baru, Yuliadi, menyebutkan puluhan rumah warganya belum mendapatkan aliran listrik PT PLN sejak puluhan tahun lalu.

"Dari jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kampung Baru sebanyak 267, sekitar 40 persen warga kami belum mendapatkan aliran listrik dari PLN," katanya.

Ia menyebutkan, warga yang paling banyak belum mendapatkan aliran listrik dari PLN berada di kawasan GOR Kampung Baru yang mencapai 30 rumah lebih serta Kampung Tengah Dalam Kampung Baru yang juga sekitar sepuluh rumah.

PLN telah memasang tiang listrik menuju rumah Zuryadi, namun entah kapan kWh meter terpasang di dinding kayu rumahnya. (*)