Memanjakan Lidah di Simpang Kinol Padang

id kulinerminang

Memanjakan Lidah di Simpang Kinol Padang

Sate Danguang Danguang (Foto Ikhwan Wahyudi)

Padang, (Antara) - Aroma daging sate yang sedang dibakar dari balik gerobak tercium harum menggoda setiap orang yang lalu lalang di kawasan Simpang Kinol, Kota Padang untuk singgah.

Campuran aroma daging matang yang sedang dibakar dengan taburan bawang goreng dan kuah sate berwarna kuning membuat yang lewat tidak berdaya untuk abai sekadar menyicipi barang seporsi.

Kelezatan sate danguang-danguang dan aneka kuliner lainnya pada sore itu telah siap menyambut pengunjung para pemburu makanan enak.

Tepat pukul 16.00 WIB puluhan pasang tangan mulai sibuk mengangkat kursi, mengelap meja-meja panjang setinggi panggul orang dewasa dan mendorong gerobak makanan menuju ke Simpang Kinol, Kecamatan Padang Barat.

Puluhan pedagang bersiap menggelar lapak berjejer pada sisi kanan dan kiri jalan di perempatan yang menghubungkan Jalan Niaga, Jalan Imam Bonjol, Jalan Tepi Pasang dan Jalan Pondok.

Daerah itu, telah berkembang menjadi pusat kuliner malam Kota Padang sejak 1990-an. Simpang Kinol yang juga merupakan kawasan Pecinaan mulai ramai ketika sore menjelang malam.

Semakin malam, akan semakin ramai pengunjung yang datang untuk memanjakan lidah mencicipi berbagai makanan dan minuman.

Selain berjualan dengan membuka toko, kafe dan rumah makan, kawasan ini juga dipenuhi pedagang makanan yang berjualan menggunakan gerobak dorong.

Sebagai pusat kuliner Padang yang telah hadir sejak 15 tahun silam beragam makanan tersedia, mulai dari sate padang, sate danguang-danguang, sate ayam, soto, es durian.

Tidak ketinggalan menu lain, seperti gado-gado, lotek, nasi goreng, mi goreng, kwetiau, bakpau dan martabak juga ada di sana.

Penjual minuman juga berjejer dengan gerobaknya dan bangku tempat duduk. Sebagian besar di antaranya adalah pedagang minuman tradisional seperti teh talua, jus pinang dan air daun kacang serta cincau hijau.

Dari sekian banyak jenis makanan yang dijajakan di kawasan ini, sate dan soto menjadi dua menu andalan yang menjadi ciri khas jajanan Simpang Kinol yang banyak diminati.

Sore itu, Muhammer, pedagang sate danguang-daguang mulai memanggang ratusan tusuk daging satenya di atas bara api. Aroma harum tercium dari asap yang dihasilkan seakan memanggil pengunjung untuk mencicipnya.

Setelah Ashar ia dan pekerja lainnya sudah mulai bersiap-siap menata dan membersihkan ruangan, memotong ketupat, memanaskan bara api untuk membakar sate.

"Pukul 17.00 WIB semua persiapan sudah beres dan kami siap melayani pelanggan," ujarnya.

Satu porsi sate terdiri atas tujuh tusuk daging sapi dan satu potongan ketupat yang dijual seharga Rp18.000. Pelanggan juga dapat membeli dengan hanya memesan setengah porsi dan sesuai dengan nominal uang yang mereka kehendaki.

Sate dangung-danguang dagangan Muhammer menggunakan kuah kuning dan cocok dengan lidah dewasa maupun anak-anak karena diracik tidak terlalu pedas.

Sementara menu lainnya seperti soto, mulai tersedia di Simpang Kinol sejak mulai pukul 11.00 di kawasan tersebut karena kebanyakan pelanggan menjadikan soto sebagai menu makan siang.

Ben, salah seorang pemilik usaha soto yang telah berdiri puluhan tahun di kawasan tersebut mengatakan wisata kuliter Kinol berkembang pesat. Pengunjung tidak hanya warga lokal, namun juga turis asing.

Rata-rata harga makanan yang dijual berkisar Rp10.000 hingga Rp50.000, sementara untuk menikmati semangkuk soto Padang dilengkapi sepiring nasi cukup mengeluarkan kocek Rp24.000.

Cita rasa soto Simpang Kinol kian istimewa dengan tambahan kerupuk kulit yang renyah di dalamnya serta tingkat kepedasan yang dapat disesuaikan.

"Pelanggan di sini malah minta tambahan kerupuk jengkol di dalam sotonya, kami menyesuaikan demi kepuasan mereka," kata dia.

Seusai maghrib, para pedagang makanan Simpang Kinol terlihat lebih sibuk melayani pembeli yang mulai ramai yang pada beberapa titik hinga terjadi antrean.

Bebas Pesan

Berbeda dengan pusat jajanan kuliner lainnya pedagang makanan Simpang Kinol memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat serta kerja sama yang terjalin antarsesama pedagang.

"Dulu ada ikatan pedagang di sini, namun semenjak ketuanya meninggal, perkumpulannya tidak berfungsi lagi. Tapi hal itu tidak berpengaruh pada rasa kekeluargaan yang kami miliki sehingga tanpa ikatan resmi pun kami tetap bekerja sama untuk dapat beruntung dan sukses bersama," kata Agung, seorang pedagang.

Pada awal berdirinya wisata kuliner ini, hanya terdapat tiga gerobak yang berjualan sate. Namun seiring berjalan waktu, semakin banyak warga yang membuka usaha yang sama dengan harapan meraih keuntungan yang sama.

Dari sini awal mula terjadi kerja sama yang unik antarpedagang. Setiap pelanggan dapat memilih tempat duduk di lapak dagangan siapa saja dan bebas memesan menu makanan dari pedagang mana saja.

"Pembeli boleh duduk di sini, memesan makanan di sini dan tambahan pesanan dari lapak dan kedai lain. Begitu juga jika pelanggan duduk di kedai lain, mereka tetap bisa memesan di sini. Kami akan mengantarkan dimanapun pelanggan memilih untuk duduk menyantap makanannya," ujar Agung.

Tidak hanya itu kuliner Simpang Kinol adalah representasi perpaduan akulturasi budaya yang terpampang nyata bagaimana tiga etnis dapat dipersatukan melalui kuliner, yaitu Minang, India dan Tionghoa.

Para pedagang yang berjualan berasal dari etnis Minang, India dan Tionghoa. Pelanggan yang datang pun berasal dari banyak kalangan dan semua lapisan masyarakat. Bahkan beberapa pedagang memiliki pelanggan tetap yang berprofesi sebagai pilot dan pramugari.

Salah seorang pemburu kuliner, Resa mengaku senang dengan adanya jajanan malam di Simpang Kinol karena jam kerja yang padat mengharuskannya pulang larut malam setiap hari.

"Di sini saya bisa datang jam berapa pun, bahkan hingga tengah malam. Menu yang ditawarkan pun sudah lengkap. Jika di kawasan lain akan menjual secara terpisah-pisah, di sini saya disuguhi menu makanan yang lengkap dan serba ada," katanya.

Kawasan Simpang Kinol akan lebih ramai pada akhir pekan dibanding dengan hari kerja yang didominasi pengunjung berpasangan atau keluarga.

"Paling ramai Sabtu malam dan Minggu sore, kalau hari kerja tidak dapat dipastikan namun semakin malam akan semakin ramai," kata Mawar, penjual sate.

Keramaian pengunjung kawasan tersebut sering mengakibatkan kemacetan di sepanjang perempatan jalan Simpang Kinol karena area parkir yang terbatas.

Puluhan kendaraan roda empat dan roda dua terparkir di sepanjang badan jalan, bahkan beberapa di antaranya parkir di tengah bundaran persimpangan Kinol tersebut.

Keadaan ini dimanfaatkan oleh beberapa juru parkir yang telah ditugaskan pemerintah daerah untuk ikut meraup rezeki. Dengan berseram oranye bertuliskan juru parkir Kota Padang, mereka sibuk menertibkan lalu lintas serta parkir pengunjung.

Novi Indra (32), seorang juru parkir, merasa beruntung dengan adanya wisata kuliner malam ini karena pendapatan yang ia peroleh dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.

"Di sini biaya parkirnya lebih murah. Kalau di Pasar Raya biasanya Rp3.000 untuk satu mobil dan Rp2.000 untuk motor, namun di sini sesuai dengan peraturan pemerintah daerah untuk mobil Rp2.000 dan motor Rp1.000. Harga yang lebih murah juga menarik perhatian pelanggan sehingga terkadang mereka membayar lebih," kata dia.

Para juru parkir dapat memperoleh Rp80.000 hingga Rp90.000 per hari pada Senin hingga Jumat dan sekitar Rp120.000 di akhir pekan.

Ia berharap kuliner Simpang Kinol dapat terus berkembang agar dapat meningkatkan perekonomian para pedagang serta para pekerja lainnya dari pengunjung.