OJK: Strata Sosial Tentukan Tingkat Literasi Keuangan

id OJK, Strata Sosial, Literasi, Keuangan

Sawahlunto, (AntaraSumbar) - Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Barat, Indra Yuheri mengatakan hingga kini strata sosial masih menjadi ukuran utama dalam menentukan tingkat kemampuan keuangan masyarakat.

"Hasil survei OJK menunjukkan bahwa semakin rendah strata sosial masyarakat maka semakin rendah pula tingkat literasinya," kata dia, saat menggelar sosialisasi dan edukasi OJK dan produk jasa keuangan di Sawahlunto, Senin (28/9).

Menurutnya, salah satu cara untuk mengangkat literasi tersebut, adalah dengan membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang berbadan hukum guna membantu masyarakat dalam mendapatkan layanan keuangan mikro.

Layanan keuangan mikro, lanjutnya, merupakan layanan produk dan jasa keuangan dari berbagai industri jasa keuangan yang bersifat low cost atau terjangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah.

Layanan tersebut, jelasnya, merupakan salah satu produk jasa keuangan yang diluncurkan berupa seluruh sektor jasa keuangan yang diawasi OJK, mulai dari paket kredit mikro bagi pengusaha kecil, tabungan mitra usaha, yang terdiri dari asuransi mikro dan pembiayaan investasi logam mulia dengan cicilan ringan, hingga reksadana mikro serta paket asuransi mikro kecelakaan diri.

"Sejumlah produk layanan yang tersedia saat ini diantaranya tabungan tanpa biaya administrasi, asuransi mikro yang nilai preminya di bawah Rp50 ribu, serta reksa dana mikro atau pasar saham yang nilai awal investasinya hanya Rp100 ribu," ujar dia.

Dia mengatakan, produk-produk tersebut ditawarkan untuk meningkatkan literasi keuangan di tengah masyarakat, terutama membantu pengusaha mikro mendapatkan solusi permodalan yang biasanya sering terkendala ketika mengajukan pinjaman pendanaan dari lembaga keuangan formal.

Menurutnya, produk tersebut diluncurkan didasari oleh hasil survei OJK tahun 2013 yang mencatatkan tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah.

"OJK mencatat, literasi keuangan tahun 2013 hanya 21,84 persen atau seperlima dari penduduk Indonesia yang sudah berkategori well literate. Sedangkan sebanyak 59,74 persen penduduk Indonesia telah menggunakan produk dan jasa keuangan," kata dia.

Artinya, lanjut dia, sebagian besar masyarakat di Indonesia masih belum bisa dijangkau oleh lembaga pendanaan dan pembiayaan serta produk-produk perbankan dan moneter lainnya, sementara tingkat perputaran uang di lembaga keuangan mikro dan makro, juga cukup menentukan dalam menjaga kestabilan nilai tukar uang dalam era persaingan bebas seperti yang berlaku saat ini.

Pihaknya berharap, bagi lembaga keuangan mikro yang sudah terbentuk seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) serta Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ataupun lembaga keuangan mikro sejenis yang belum berbadan hukum di provinsi itu, agar segera mengurus perizinan yang sudah disyaratkan di kantor OJK wilayah Sumatera Barat.

"Selain untuk meningkatkan pelayanan, legal formal yang lengkap dapat memberikan kepastian serta keamanan bagi para nasabah ketika mereka memutuskan akan menggunakan layanan jasa keuangan di lembaga mikro setempat," kata dia.

Sebelumnya, OJK juga mengembangkan produk tabungan bertajuk Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB) bersama dengan industri perbankan untuk membangkitkan kembali budaya menabung pada pelajar.

Kegiatan aktivasi tabungan tersebut diikuti delapan bank umum konvensional, yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA, BTN, Bank Permata, Bank Jabar-Banten, dan Bank Jatim serta enam bank umum syariah, yakni Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, BNI Syariah, BCA Syariah dan Panin Syariah.

"Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan pada 2013 pada 8.000 responden, tingkat inklusi keuangan kelompok siswa baru mencapai 44 persen. Sedangkan secara statistik jumlah pelajar SD, SMP dan SMA dibanding total populasi Indonesia menunjukkan angka yang signifikan, yakni 20 persen," kata dia. (cpw7)