Menjaga Netralitas ASN

id Pilkada

PEMILIHAN Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2015 tinggal beberapa bulan lagi. Pesta demokrasi lima tahunan ini sejatinya menjadi ajang politik yang bebas cela tanpa diwarnai kecurangan.

Karena itu, sejak awal tekad untuk membebaskan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari kegiatan politik praktis sudah bulat. Karena konstitusi kita memang tidak membolehkan ASN untuk aktif dalam kancah politik.

Sebab ASN adalah abdi negara yang posisinya harus netral. PNS tidak boleh terkontaminasi dengan kepentingan politik sesaat dari golongan tertentu.

Namun amat disayangkan, betapa pun sudah sangat jelas aturan itu menegaskan tidak boleh, tetap saja kelompok politik tertentu mencoba untuk mempengaruhinya.

Apalagi dalam suasana Pilkada ini, masih terlihat ASN secara diam-diam terlibat menjadi tim sukses pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tertentu.

Secara nasional Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi mengingatkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk netral dalam pilkada serentak Desember 2015.

Hal itu dipertegas dengan dikeluarkannya Surat Edaran MenPAN-RB nomor B/2355/M.PANRB/07/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Netralitas ASN dan Larangan Penggunaan Aset Pemerintah dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak.

Kemudian UU No.5/2014 tentang ASN, PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, akan dijatuhi hukuman berupa diberhentikan dengan tidak hormat.

Selain itu, dalam PP No.53/2010 tentang Disiplin PNS, juga menegaskan bahwa PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

Skala lokal Sumatera Barat, Gubernur Irwan Prayitno juga telah mengingatkan jajaran ASN untuk tetap netral dan tidak ikut menjadi tim sukses pasangan calon pada pilkada serentak mendatang.

Bahkan dengan tegas dikatakan ASN yang melanggar akan diberi sanksi. Peringatan ini juga berkali-kali ia sampaikan secara langsung dalam rapat juga melalui surat edaran.

Hal ini sejatinya menjadi peringatan bagi para kandidat dan tim sukses. ASN jangan lagi diajak untuk terlibat, baik secara terbuka maupun diam-diam, menjadi bahagian dari tim sukses dalam Pilkada.

Sebagai abdi negara ASN haruslah netral, bebas dari kepentingan politik kelompok tertentu, baik dalam Pilkada maupun Pemilu.

Aturan ini cukup rasional, karena apabila ASN terlibat dalam politik praktis, dikhawatirkan akan berpengaruh dalam penataan birokrasi.

Birokrasi akan berlaku tidak adil. Padahal dalam situasi dan kondisi apapun, birokrasi haruslah netral.

Peringatan Menteri dan Gubernur Sumbar itu juga bisa diterima, karena faktanya memang para kandidat calon kepala daerah, apalagi calon petahana (incumbent) biasanya berupaya keras untuk mempengaruhi birokrasi agar lebih berpihak kepadanya.

Keterlibatan ASN pun akhirnya menjadi-jadi, malah ada yang berani terang-terangan. Selain karena merasa di pihak calon yang kuat, apalagi petahana, juga disebabkan selama ini belum ada hukuman yang jelas diterapkan kepada ASN yang terlibat dalam politik Pilkada.

Jadi, netralitas ASN haruslah tetap bisa terjaga. Selain untuk mencegah kericuhan Pilkada, bukankah Pilkada yang kita gelar bertujuan untuk memilih pemimpin yang baik, pemimpin yang pro rakyat dan mau bekerja keras untuk daerah ini.

Ketidaknetralan ASN akan menimbulkan banyak risiko. Selain menimbulkan kecemburuan dan kecurigaan dari calon lain, juga bisa menyebabkan diragukannya keabsahan hasil Pilkada.

Karena itu, para ASN kita ajak dan kita imbau untuk mampu menjaga diri. Rayuan politik yang begitu kuat harus mampu ditepis dengan semangat pengabdian kepada negara. ***