Perpustakaan Sekolah Yang Terlupakan

id pustaka

Perpustakaan Sekolah Yang Terlupakan

Murid Sekolah Dasar membaca di perpustakaan sekolah. (Foto : Herry Murdy/Antara Foto)

Sastrawan Taufik Ismail menyampaikan keresahannya mengamati fenomena rendahnya minat baca di kalangan pelajar pada suatu seminar yang dilaksanakan di kota Padang, Sumatera Barat.

Ia mengungkapkan budaya baca pelajar dan generasi muda Indonesia masih rendah dibandingkan negara tetangga di kawasan Asia apalagi negara maju seperti Eropa dan Amerika.

Berdasarkan perbandingan yang pernah dilakukan, rata-rata pelajar sekolah menengah atas di Singapura dan Thailand membaca 5-7 buku dalam tiga tahun, di negara Eropa dan Amerika hingga 32 buku , namun di Indonesia nol buku dalam tiga tahun, ujar dia.

Taufik mengatakan jika tidak ada satu pun buku yang diwajibkan dibaca dalam tiga tahun wajar kemampuan menulis juga menjadi lemah.

Ia menceritakan di zaman Hindia Belanda, pelajar setingkat sekolah menengah atas di Indonesia diwajibkan membaca 25 buku dalam tiga tahun. Hasilnya lahir para tokoh pejuang dan pemimpin yang handal dan juga mahir dalam menulis.

Tetapi, ironisnya setelah Indonesia merdeka, kebijakan itu dihapus karena pemerintah lebih fokus membangun infrastruktur sehingga perhatian terhadap pelajaran bahasa dan sastra menjadi terabaikan.

Bahkan yang memprihatinkan menurutnya terbentuk pandangan bahwa yang hebat itu adalah pelajaran eksata. Sementara bahasa, sastra dan menulis jadi kurang dipandang. Akibatnya sering dijumpai murid yang pintar matematika, fisika dan lainnya , namun tidak bisa membuat karangan atau tulisan, lanjut dia.

Tentu ada banyak faktor yang menyebabkan minat baca di kalangan pelajar Tanah Air masih rendah mulai dari budaya membaca, lingkungan hingga perkembangan arus teknologi informasi yang sedemikian pesat.

Namun ada satu faktor yang juga cukup berpengaruh yaitu keberadaan perpustakaan sekolah sebagai perbendaharaan ilmu pengetahuan dan tempat tersimpannya referensi.

Jamak diketahui belum semua perpustakaan sekolah belum terkelola dengan baik mulai dari tenaga yang mumpuni, buku-buku terbaru hingga ruangan yang nyaman dan kondusif.

Mungkin di kota besar seperti Jakarta, perpustakaan sekolah telah menjadi "center of excellence" atau pusat pelepas dahaga pengetahuan bagi pelajar yang haus akan ilmu.

Tapi ketika berada di daerah tidak banyak sekolah yang fokus untuk menata sebaik mungkin perpustakaan , bahkan tak jarang hanya ruangan kecil dengan koleksi buku yang tak bertambah dari tahun ke tahun.

Wali Kota Padang Mahyeldi mengatakan selama ini perpustakaan sekolah belum terkelola dengan maksimal sehingga kurang menarik untuk dikunjungi siswa.

Namun, jika pihak sekolah pandai melakukan terobosan maka dengan keterbatasan yang dimiliki, pustaka tetap akan dapat dioptimalkan.

Misalnya membuat lomba resensi buku sehingga pelajar termotivasi ke pustaka, atau dapat juga pelajar yang paling aktif ke pustaka diberi penghargaan, ujar dia.

Apa yang disampaikan Wali Kota Padang agaknya dapat dibenarkan karena tak banyak sekolah yang benar-benar memiliki pustaka yang representatif dan ramai dikunjungi.

Belum lagi soal tenaga pengelola yang belum semuanya berasal dari disiplin ilmu perpustakaan sehingga tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni menghidupkan pustaka sekolah.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Habibul Fuadi mengatakan pihaknya rutin mengalokasikan dana untuk pengadaan buku bagi sekolah.

"Jika perpustakaan belum ada atau perlu direnovasi juga disiapkan anggaran untuk itu," kata dia.

Namun ia menilai terkait dengan pengelolaan pustaka dan meningkatkan minat baca pelajar merupakan kewenangan badan perpustakaan dan arsip.

Ia mengatakan sebenarnya kalau disebut minat baca pelajar rendah tidak benar juga karena setiap hari mereka membawa dan membaca buku pelajaran.

Perlu definisi yang jelas soal minat baca, jika buku pelajaran itu kan wajib dibaca oleh siswa, mungkin maksudnya adalah segmen diluar buku pelajaran, ujar dia.

Habibul sepakat untuk meningkatkan minat baca tersebut perlu dilakukan terobosan termasuk melakukan revitalisasi perpustakaan sekolah.





Berbenah

Sementara Wakil Kepala SMA Negeri 1 Padang Bidang Kesiswaan Misnawati mengatakan saat ini karena pesatnya arus teknologi informasi membuat siswa lebih memilih mengakses bacaan melalui perangkat gawai.

Semua sudah dalam genggaman, tinggal membuka telepon seluler apapun informasi bisa diakses, kata dia.

Ia berpendapat rendahnya minat siswa ke perpustakaan salah satunya karena pesatnya perkembangan arus informasi secara digital.

Karena itu perlu terobosan baru seperti menghadirkan literatur digital di pustaka karena tidak semua informasi di dunia maya akurat dan valid.

Ia mengatakan keberadaan literatur berupa buku tetap tak tergantikan namun harus dikemas sedemikian rupa agar ada pengetahuan baru yang diperoleh siswa setelah membaca.

Tidak hanya itu berbagai upaya tetap perlu dilakukan agar pustaka tetap diminati pelajar seperti membuat suasana nyaman dan menarik, ujarnya.

Sementara Anggota Dewan Perpustakaan Sumbar Eko Yanche membenarkan selama ini perpustakaan sekolah belum terperhatikan dengan baik.

"Pustaka sekolah seakan-akan buangan, kalau ada kepala sekolah yang tidak senang dengan guru maka diberi tugas mengurus pustaka, sementara banyak dijumpai guru tidak serius mengelola," ucap dia.

Ia berpendapat kunci utama memaksimalkan keberadaan pustaka sekolah ada pada guru bidang studi dengan mewajibkan siswa membaca literatur yang ada.

"Misalnya guru memberikan tugas dan bahannya ada di pustaka sehingga siswa akan datang ke pustaka," kata dia.

Selain itu sudah saatnya mengembangkan pustaka digital selain berbentuk fisik karena kemasannya jauh lebih menarik perhatian.

Sejalan dengan itu Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mendorong sekolah yang ada di daerah itu berlangganan media massa berupa koran dan majalah untuk meningkatkan minat baca dan menambah pengetahuan.

"Kalau bisa setiap sekolah ada berlangganan koran dan majalah, minimal koran lokal dan nasional agar siswa bisa membaca di pustaka," kata Irwan.

Menurut Irwan anggaran untuk berlangganan media tidak terlalu besar dan manfaatnya banyak bagi siswa.

"Jika perlu guru dapat menugaskan siswa membuat resume berita yang ada di media agar mereka terlatih," ujar dia.

Ia mengatakan kendati media sosial sudah ada namun biasanya hanya menyiarkan berita yang dianggap aktual sehingga koran dan majalah tetap diperlukan.

Menumbuhkan minat baca di kalangan pelajar merupakan pekerjaan rumah bangsa ini, dan tentu saja semua pihak harus bersinergi agar dapat tercapai budaya melek baca yang tinggi menuju bangsa berpengetahuan, diawali dengan mengoptimalkan kembali perpustakaan sekolah yang selama ini terabaikan.