Pengamat: Lembaga Intelijen Tidak Perlu Dipisah

id Lembaga, Intelijen, Tidak, Perlu, Dipisah

Jakarta, (AntaraSumbar) - Pengamat intelijen Wawan Purwanto berpendapat bahwa Badan Intelijen Negara tidak perlu dipisah berdasarkan lingkup kerja dalam negeri dan luar negeri karena pada prinsipnya justru satu atap memiliki kemampuan koordinasi yang cepat.

"Yang penting adalah bagaimana merevitalisasi sisi manajemen sesuai tupoksi, itu lebih penting daripada memisah yang akibatnya memperlebar sisi koordinasi, apalagi kita tahu ada egosektoral," katanya dalam acara bedah buku karya Letjen TNI (Purn) Marciano Norman berjudul "Intelijen Negara: Mengawal Transformasi Indonesia Menuju Demokrasi yang Terkonsolidasi" di Jakarta, Kamis.

Wawan mengatakan bahwa optimalisasi peran dari intelijen dalam melakukan operasi-operasi di luar negeri secara signifikan merupakan aspek penting untuk memberikan suatu nuansa memperkirakan keadaan, sistem peringatan dini serta pemecahan masalah.

"Tidak ada masalah satu atap, yang penting intelijen diawaki oleh orang-orang yang berpikiran maju," ucap Wawan, yang juga bertindak sebagai editor buku karya Letjen TNI (Purn) Marciano Norman tersebut.

Sebelumnya, dalam acara bedah buku tersebut, pengamat intelijen Ken Conboy mengatakan bahwa negara demokrasi pada umumnya memiliki dua lembaga intelijen yang masing-masing memiliki wilayah kerja yang berbeda, yaitu dalam negeri dan luar negeri.

Dia mencontohkan dengan keberadaan Federal Bureau of Investigation (FBI) dan Central Intelligence Agency (CIA) di Amerika Serikat, serta MI5 dan MI6 di Inggris.

"Namun hal tersebut menjadi kabur karena kejahatan transnasional tidak melihat batas negara. Kalau ada batas domestik di BIN, dia harus punya kewenangan tangkap seperti polisi," kata pemerhati intelijen dan militer Indonesia serta penulis buku "Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces" tersebut.

Pengamat komunikasi politik Tjipta Lesmana setuju dengan wacana peningkatan kewenangan BIN. Dia menyebutkan bahwa BIN harus punya kewenangan menangkap, tidak hanya menguntit dan memonitor saja.

"Badan intelijen tanpa kewenangan penangkapan hanya macan ompong. Saya sepakat BIN ditingkatkan kewenangannya," kata penulis buku "Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik & Lobi Politik Para Penguasa" tersebut.

Acara bedah buku dihadiri oleh Kepala BIN Sutiyoso, Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat Patrice Rio Capella, Dosen intelijen Universitas Indonesia (UI) Thony Saut Situmorang, dan beberapa pejabat BIN.

Dalam sambutannya, Sutiyoso mengatakan bahwa perkembangan teknologi dan informasi dalam era globalisasi memberikan efek nyata berupa besarnya potensi ancaman bagi dunia intelijen.

"Tingginya arus informasi berbanding lurus dengan semakin sulitnya mengontrol arus informasi," ucap dia. (*)