Walhi: Daerah Banyak Perkebunan Sawit Alami Krisis Air Bersih

id Sumbar, Krisis Air, Perkebunan Sawit

Walhi: Daerah Banyak Perkebunan Sawit Alami Krisis Air Bersih

Ilustrasi. bibit kelapa sawit. (Antara)

Padang, (Antara) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar), mengatakan, permasalahan krisis air bersih ditemukan pada kabupaten/kota yang paling banyak memiliki perkebunan kelapa sawit.

"Kasus krisis air bersih di Sumbar ditemukan di daerah yang paling banyak memiliki perkebunan sawit seperti Kabupaten Pasaman Barat, Dharmasraya, Agam dan Pesisir Selatan," ujar Deputi Walhi Sumbar, Desriko di Padang, Senin.

Kendati demikian, sebutnya, krisis air di Sumbar sifatnya tidak berkelanjutan.

Ia menjelaskan, pada umumnya daerah-daerah yang berbasis perkebunan sawit sangat rentan dengan masalah krisis air bersih. Sebab, tanaman sawit adalah jenis tanaman yang paling banyak membutuhkan air, dimana dalam satu batang pohon kelapa sawit membutuhkan air sebanyak 12 liter lebih per hari, sehingga air yang terdapat di permukaan tanah habis untuk mengairi tanaman tersebut.

Akibatnya, sebutnya, masyarakat yang berada di sekitar kawasan perkebunan sawit mengalami krisis air bersih.

"Contohnya, masyarakat di Kabupaten Pasaman Barat. Untuk mendapatkan air bersih di permukaan tanah sebelumnya mereka hanya membuat sumur sekitar 12 meter, namun kini masyarakat harus menggali sumur hingga 20 meter lebih," katanya.

Sumber daya air di Sumbar, katanya, melimpah dan cukup untuk kebutuhan masyarakat, karena musim atau curah hujan di daerah ini tidak dapat diprediksikan. Namun, penyebab terjadinya krisis air bersih di provinsi itu terletak pada masalah pengelolaan tata ruang di daerah.

Oleh karena itu, Walhi Sumbar berharap Dinas Tata Ruang dan Sumber Daya Air untuk menelaah atau melakukan evaluasi terhadap permasalahan tersebut, agar kedepannya perkebunan sawit yang ada saat ini dapat ditata kembali sesuai dengan daya dukung dan tampung suatu daerah.

Selain itu, Walhi Sumbar juga meminta agar daerah-daerah hutan yang menjadi tangkapan air tidak dihancurkan atau dijadikan perladangan/perkebunan sawit, katanya. (*)