Membebaskan Putra dari Penjara Israel Masih Jadi Mimpi Ibu Palestina

id Palestina, Israel, Penjara, ibu, anak, bebaskan,

Ramallah, (Antara/Xinhua-OANA) - Um Nasser Abu Hmeid tinggal di Kamp Pengungsi Al-Am'ari, dekat Ramallah, Tepi Barat, dan terbiasa menunggu hari Senin setiap pekan untuk menjenguk empat putranya, yang ditahan di penjara Israel di Ashkelon, Israel Selatan.

Israel biasanya mengizinkan keluarga dan kerabat tahanan untuk menjenguk anak mereka yang ditahan pada setiap hari Senin. Kunjungan semacam itu dikoordinasikan antara keluarga dan Israel melalui Komite Palang Merah Internasional (ICRC).

Pada setiap Senin, kendati menderita penyakit karena usia tua, perempuan itu bangun sangat pagi dan bersiap untuk kunjungan mingguan --yang sangat diharapkannya. Walaupun pertemuan tersebut berlangsung tak lebih dari 45 menit, tapi, buat dia, itu jauh lebih baik dibandingkan dengan tak ada kesempatan untuk melihat putranya.

Selama kunjungannya, keempat putranya akan berdiri bersama di hadapan ibu mereka. Di balik jeruji besi, ia tak bisa memeluk mereka, sekalipun ia sangat ingin melakukannya.

Ia duduk di kursi di ruang di rumahnya, yang sederhana, di kamp pengungsi dan dipenuhi bermacam gambar putranya, dan cenderamata buatan tangan yang ia terima dari mereka, kata Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad siang.

Ibu yang berusia 67 tahun itu berkata, "Saya menghabiskan seluruh hidup saya untuk mengunjungi mereka di penjara, tapi ini tak pernah menghilangkan rasa sakit kehilangan mereka."

Nasser, Nassr, Sharif dan Mohamed menjalani hukuman seumur hidup. Keempat pemuda Palestina tersebut ditangkap 12 tahun lalu, dan pengadilan militer Israel menuduh mereka "menjadi anggota Brigade Syuhada Al-Aqsha", sayap bersenjata Gerakan Fatah dan terlibat dalam melancarkan serangan bersenjata yang menewaskan beberapa orang Israel.

"Kendati itu telah berjalan lebih dari 12 tahun, saya masih merasa mereka ada di sekeliling saya," kata ibu itu. Ia menambah, "Saya tak pernah kehilangan harapan untuk melihat mereka pada suatu hari keluar dari penjara dan bersama saya menjalani hidup yang normal."

Um Nasser memiliki sejarah panjang menghadapi penderitaan dan kondisi hidup yang berat. Perempuan tersebut memiliki 10 anak; empat di antara mereka dijebloskan ke dalam penjara Israel dan yang kelima ditembak hingga tewas oleh tentara Israel pada 1994. Setahun kemudian, rumahnya di kamp pengungsi itu dihancurkan.

Pada 2002, ketika Israel melancarkan agresi militer "Tameng Pertahanan" di semua kota besar di Tepi Barat Sungai Jordan. Itu adalah saat paling buruk buat Um Nasser, saat semua anaknya ditangkap.

Israel menghukum perempuan tersebut dan melarang dia menjenguk putranya selama lima tahun.

"Setelah lima tahun, saya diperkenankan menemui anak saya. Setiap kali saya pergi mengunjungi putra saya, saya merasa sesak nafas sebab saya melihat wajah mereka dan saya merasa tak mempunyai harapan karena saya tak bisa berbuat apa-apa buat mereka dan mengeluarkan mereka dari penjara," kata Um Nasser.

Dari 2002 sampai 2012, ia biasa menjenguk tujuh anaknya di penjara Israel, tapi setelah itu tiga di antara mereka mendapat pembebasan dan empat lagi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Ia mengatakan salah satu impiannya "ialah melihat mereka pada suatu hari keluar dari penjara, tapi itu tampaknya impian ini sangat sulit untuk menjadi kenyataan". (*)