Mereka
mungkin mencintai diri mereka secara berlebihan, tapi studi baru
menunjukkan bahwa tindakan orang narsis mengagungkan dirinya justru
menyembunyikan rasa rendah diri yang sangat dalam.
Menurut
penelitian baru, orang yang narsis lebih cenderung untuk memberi tahu
para psikolog bahwa mereka merasa nyaman dengan diri mereka. Namun
ketika ahli ilmu jiwa mengajak orang narsis bermain logika mereka
terjebak dalam pemeriksaan kejujuran. Kebenaran pun terungkap dan orang
narsis tak bisa mengelak lalu mengakui rasa rendah mereka yang
mengungkung mereka.
Dari
segi bahasa orang narsis adalah orang yang menderita akibat narsisisme,
sehingga menghasilkan kekaguman yang berlebih pada kondisi mental atau
fisik mereka.
Narsisisme
adalah kondisi memuaskan diri yang berasal dari kekaguman pada kondisi
mental atau fisik seseorang, kondisi normal pada tingkat kanak-kanak
perkembangan kepribadian seorang manusia.
Narcistic
Personality Disorder (NPD) atau penyakit narsis, bukan percaya diri.
Dalam sebuah buku yang berjudul "Malignant Self Love-Narcissism
Revisited", kata Narsis berasal dari sebuah mitologi Yunani, tentang
seorang pemuda tampan yang bernama Narsisus.
Ia
lebih tampan dari pria mana pun di dunia ini sehingga banyak gadis
memujanya, bahkan dia sendiri mencintai bayangan wajahnya.
Walhasil dewi-dewi pun menyukainya termasuk salah seorang peri yang bernama Echos yang jatuh cinta padanya.
Ia
mengabaikan cinta Echos, karena ia lebih mengagumi ketampanannya dengan
berkaca pada satu sungai. Narsisus malah jatuh cinta pada bayangannya
sendiri sehingga akhirnya ia tenggelam.
Berdasarkan
mitos tersebut, kata narsis digunakan untuk menggambarkan orang yang
mencintai dirinya sendiri. Akan tetapi menurut Sam Vaknin, penulis buku
itu, konsep narsisisme kerap disalahartikan.
Narsisus sebenarnya bukan mencintai dirinya sendiri, tetapi bayangannya.
"Ini
menunjukkan bahwa orang yang memiliki tingkat narsisme yang tinggi
mungkin menggembosi rasa percaya diri mereka," kata peneliti studi baru
tersebut Erin Myers, ahli ilmu jiwa di Western Carolina University,
kepada LiveScience. "Dengan kata lain, orang yang narsis mungkin
sebenarnya tidak sehebat yang mereka katakan."
Yang sebenarnya
Meskipun narisisme barangkali sangat dikenal sebagai Narcissistic
Personality Disorder --bentuk gangguan kejiwaan cinta pada diri yang
sangat ekstrem, ciri-cirinya terlihat dalam beragam kondisi orang yang
secara psikologis sehat.
Orang
yang lebih tinggi dalam ciri-ciri narsis mengakui penghargaan diri yang
besar, tapi berbagai studi telah muncul dengan bermacam hasil mengenai
apakah perasaan positif itu asli atau palsu.
Untuk
mengetahui kebenarannya, Myers dan rekan-rekannya harus menggunakan
sedikit muslihat. Mereka merekrut 71 perempuan dengan pendidikan D3 dari
University of Southern Mississippi dan meminta mereka mengisi daftar
pertanyaan yang dirancang untuk memberi peringkat penghargaan diri dan
narsisisme mereka.
Belakangan,
semua mahasiswi tersebut datang ke laboratorium Myers, tempat mereka
kembali mengisi penilaian psikologi lalu diberi tahu mereka akan
dihubungkan dengan mesin pendeteksi kebohongan sehingga para psikolog
dapat menjelaskan apakah mereka mengatakan yang sebenarnya.
Semua
mahasiswi itu kemudian ditanya apakah mereka setuju atau tidak setuju
dengan pernyataan seperti, "Saya mengambil sikap positif terhadap diri
saya".
"Saya
memainkan peran peneliti dan selalu mengenakan pakaian putih
laboratorium," kata Myers. "Kami bahkan bertindak sangat jauh sampai
menggunakan pasta konduktan kulit ketika peserta dihubungkan dengan
mesin pendeteksi kebohongan. Kami ingin membuat keadaan benar-benar
dapat dipercaya".
Semua
mahasiswi dihubungkan ke mesin, tapi sebagian diberi tahu bahwa itu
hanya lah untuk proses pelatihan dan "mesin pendeteksi kebohongan" akan
dimatikan sebelum studi dimulai.
Sebagian menjalani seluruh prosedur karena mereka percaya bahwa mereka dipantau untuk mengetahui kebenaran.
Hasilnya
mengungkapkan perbedaan yang menarik: Bagi perempuan yang memiliki
nilai narsisisme rendah, yang "dipantau" oleh mesin pendeteksi
kebohongan, tak terlihat perbedaan dalam penghargaan diri yang
dilaporkan. Tapi perempuan dengan tingkat narsisisme tinggi melaporkan
cinta yang lebih besar pada diri mereka ketika mereka mengira mesin
pendeteksi kebohongan dimatikan.
Ketika
mereka percaya bahwa para peneliti tahu apakah mereka mengatakan yang
sebenarnya, reaksi harga diri mereka sangat rendah.
Temuan
itu menunjukkan bahwa orang yang narsis menutupi rasa rendah diri yang
sangat dalam, kata Myers, meskipun para peneliti tersebut belum yakin
apakah penampilan luar itu buat diri mereka atau bagi keuntungan orang
lain.
"Orang
yang narsis mungkin berusaha meningkatkan perasaan mereka mengenai
penghargaan diri dengan mengaku mereka menyukai diri mereka," kata
Myers. "Kemungkinan lain ialah orang yang narsis mungkin berusaha
mempengatuhi cara orang lain menilai mereka. Itu juga mungkin gabungan
keduanya.
Para
peneliti tersebut berencana menerbitkan pekerjaan mereka di dalam
"Journal of Research in Personality", terbitan mendatang. (*/wij)
Berita Terkait
Guardiola: Pengalaman bukan faktor penting untuk menjadi juara
Rabu, 3 April 2024 9:09 Wib
Ombudsman imbau pegawai bukan ASN lapor bila terlambat terima THR
Rabu, 20 Maret 2024 14:36 Wib
Van Dijk nilai Imbang lawan City bukan hasil yang buruk
Senin, 11 Maret 2024 6:38 Wib
Menpora tegaskan proses Cyrus jadi WNI bukan naturalisasi
Kamis, 29 Februari 2024 19:04 Wib
Tottenham kalah, Postecoglou bilang "saya bukan pesulap"
Minggu, 18 Februari 2024 5:26 Wib
Diskusi Pelayanan Publik Bersama Ombudsman RI, Ekos Albar : Padang Harusnya Ranking 1, Bukan 7
Kamis, 1 Februari 2024 13:22 Wib
Kapolresta: Ledakan di Rumah Sakit Semen Padang bukan bom
Selasa, 30 Januari 2024 18:48 Wib
Akademisi duga Maruarar Sirat mundur bukan karena alasan ideologis
Selasa, 16 Januari 2024 16:38 Wib