Menguji Keberanian KPK

id Menguji Keberanian KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang diuji keberaniannya dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi di Sekretariat Menteri Pemuda Olahraga (Menpora). Wafid Muharam diduga menerima suap dalam proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang- Sumatera Selatan. Kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai miliaran rupiah, dan seorang Bendahara Umum Partai Demokrat (PD), Muhammad Nazaruddin disebut-sebut terlibat dalam kasus yang menarik perhatian media. Setelah mendapat pemberitaan masif di media massa, akhirnya Muhammmad Nazaruddin membantah bahwa dia tidak terlibat dalam kasus suap wisma atlet di Palembang. Guna membuktikan sejauh mana keterlibatan Nazaruddin maka Dewan Kehormatan (DK) PD menggelar sidang kode etik untuk memproses kasus Nazaruddin. Untuk mendalami fakta-fakta yang terjadi di lapangan, PD membentuk tim investigasi kasus Nazaruddin, tetapi belakangan ini ada pandangan beberapa pengamat politik telah terjadi friksi-friksi di tubuh partai berlambang segi tiga tersebut, terutama dilihat dari pernyataan-pernyataan elit PD yang cenderung berbeda satu sama lain. Dewan Kehormatan PD menetapkan dua opsi bagi Muhammad Nazaruddin, yakni mundur dengan hormat dari keanggotaan PD, dan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau dipecat dari PD. Tidak terima dengan opsi tersebut, Nazaruddin pun melawan, jika diberhentikan maka ia akan membuka borok PD di depan publik. Pilihan Nazaruddin tersebut diapresiasi juga oleh sejumlah kalangan (baca: di luar PD), lebih baik sekarang tahu boroknya dari pada menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Jalan Menuju Istana Harapan public sangat besar pada KPK dalam menuntaskan kasus yang beraroma politik ini. Apalagi sinyal diberikan oleh Presiden Yudhoyono yang disampaikan di halaman Halim Perdanakusumah yang menyatakan bahwa hukum harus ditegakkan, keadilan harus dijunjung, pemerintah tidak mencampuri dan intervensi serta yang bersalah harus dihukum. Dukungan yang diberikan oleh Presiden harus dimaknai oleh KPK untuk memberikan spirit dalam mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya. KPK jangan terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan partai politik yang ada di parlemen untuk menghentikan kasus ini, dan ditindak hingga ke akar-akarnya serta jangan berhenti pada Linda Rosa Manulang, dan Muhammad El Idris saja. KPK mengusut kasus ini dapat digunakan untuk jalan menuju istana. Bukankah Presiden Yudhoyono pernah menyampaikan suatu ketika memberantas korupsi harus dimulai dari dalam lingkaran istana, maka KPK berawal dari kasus ini dapat menggunakan untuk mengusut kasus korupsi di lingkaran istana. Korupsi di lingkungan istana hampir tidak tersentuh selama ini. Padahal, sudah banyak data dan fakta yang diketengahkan terkait dengan banyaknya penyimpangan yang ditemukan dalam penggunaan anggaran negara di lingkungan istana, namun tidak pernah terungkap ke permukaan siapa koruptornya. Seolah-olah melakukan tindak korupsi di lingkungan istana kebal dan aman dari hukum. Sejak KPK ada, tidak pernah terdengar ada pihak istana yang ditangkap dan diamankan oleh KPK karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Korupsi di lingkungan istana dibiarkan tanpa dapat disentuh oleh hukum yang berlaku. Padahal, lingkungan istana yang memperoleh alokasi dana yang sangat besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2011 maka menjadi prioritas utama bagi KPK untuk melakukan penyelidikan terkait dengan anggaran public tersebut. Presiden Yudhoyono berdiri paling depan dalam memberantas korupsi, saat inilah momen yang paling tepat membuktikan pernyataan tersebut bahwa tidak hanya pepesan kosong, pemanis bibir dalam kampanye, dan retorika tanpa isi dan substansi. Tidak hanya itu, pemberantasan korupsi menjadi isu sentral dari kampanye Yudhoyono dalam memenangkan pertarungan pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2009 yang mendapat suara mayoritas hampir 60 persen pemilih, kendati dalam pelaksanaan pemerintahan menjalin ikatan koalisi dengan partai lain. Artinya, di isu sentral ini ternyata Presiden Yudhoyono tidak memberikan dorongan dan semangat bagi KPK dalam memberantas korupsi termasuk kalangan elit PD yang tersandung dalam kasus korupsi, maka petaka akan datang menimpa PD yakni kepercayaan masyarakat pada Yudhoyono dan PD akan terkikis. Partai pemenang Pemilu ini akan semakin ditinggalkan oleh para konstituen, dan tidak akan dipilih kembali dalam pesta demokrasi tiga tahun mendatang. Melihat gebrakan KPK saat ini yang telah berhasil mengungkap kasus cek pelawat yang melibatkan anggota DPR RI periode 2004-2009 dalam pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S. Gultom yang kini masih disidangkan kasusnya di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) walaupun sudah ada yang diputus oleh hakim Tipikor. Kita optimis, lembaga pemberantasan korupsi ini dapat melakukan dan menindak pelaku yang bermain dalam kasus pembangunan wisma atlet tersebut. Apalagi, ada pernyataan Busyro Muqoddas, kasus korupsi pembangunan wisma atlet dilakukan secara struktural dan tidak dilakukan secara perorangan. Jika dikatakan struktural maka akan memberikan pengertian dan makna bahwa KPK harus mengusut tuntas kasus ini dari pemain paling atas sampai pemain di kelas bawah. KPK tidak hanya mengusut pelaku di lapisan bawah, sedangkan pelaku kelas atas tetap tidak tersentuh oleh hukum. Jika itu yang terjadi maka nyali KPK dapat dikatakan telah lemah dan sudah mengalami disfungsi dalam pemberantasan korupsi. Namun setidaknya, ada dua hal yang seharusnya menjadi pelecut bagi KPK menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya, Pertama, KPK didukung oleh seluruh elemen masyarakat yang menginginkan negara ini bebas dari tindak pidana korupsi Kedua, KPK bersifat independen sehingga tidak ada satu pihak manapun yang dapat menggoyahkan KPK dalam mengusut tuntas kasus ini. Jika KPK dihianati maka masyarakat akan mati-matian membela KPK, tidak ada lagi kekuatan yang lebih besar selain dari kekuatan rakyat untuk mendukung KPK. Namun sebaliknya, pemberantasan korupsi akan berjalan ditempat jika KPK tidak berani dan mempunyai nyali kuat dalam mengusut kasus proyek pembangunan wisma atlet tersebut, dan selama itu pula koruptor kelas kakap tetap menggerogoti uang rakyat. (*) *Penulis adalah Wartawan Perum LKBN Antara Sumbar Perwakilan Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat