Arahkan Agresi ke Hal Positif

id Arahkan Agresi ke Hal Positif

Arahkan Agresi ke Hal Positif

Eko Fajri, S.Psi, wartawan antara-sumbar.com

Dunia pendidikan dewasa ini diwarnai dengan maraknya tawuran antara pelajar, sehingga membuat tujuan utama pendidikan nasional dalam membentuk watak bangsa yang bermartabat, sehat secara jasmani dan rohani jauh dari pencapaian. Kondisi ini antara lain dipengaruhi priode usia para pelajar SLTP dan SLTA yang berada pada "storm and drang period" (topan dan badai) yang memiliki banyak masalah, sehingga prilaku mereka mudah menyimpang akibat tekanan emosi yang belum mencapai keseimbangan.

Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2003, menyebutkan, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangasa, bertujuan untuk mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepa Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan banyaknya perilaku remaja yang saat ini tidak segan-segan melukai individu lain agar mereka diterima dalam kelompoknya, seperti yang tiap minggunya terjadi di Kota Padang, tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tersebut, jauh dari kata pencapaian, dimana dalam pendidikan tersbebut tidak hanya soal mengisi ilmu pengetahuan, namun juga jasmani dan rohani.

Perilaku tawuran pelajar dewasa ini juga tidak lagi hanya untuk mencari pengakuan status di dalam kelompok, atau solidaritas, namun turut diakibatkan kekosongan dalam diri generasi muda, sehinga konflik di dalam diri mereka dilampiaskan dengan melakukan kekerasn terhadap orang lain.

Dari situasi konflik dan problem ini, remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satu eksesnya yaitu tawuran.

Dari data yang ada di Polresta Padang, sejak Januari 2011 hingga Februari 2011, tawuran antara pelajar telah terjadi setidaknya lebih dari 10 kali, dimana akibat tawuran tersebut setidaknya tiga pelajar harus dilarikan ke rumah sakit, karena mengalami luka tusuk akibat senjata tajam, hal itu belum termasuk tawuran yang selalu terjadi hampir setiap minggunya pada tahun 2010.

Fenomena yang terjadi tersebut seperti yang diulas di atas menunjukkan tingginya tingkat agresi generasi muda saat ini di kalangan pelajar, yang seharusnya memiliki pikiran cerdas dan mampu mengatasi konflik tanpa melakukan kekerasan, dan hal tersebut menandakan pelajar yang tengah mencari identitas diri tersebut tidak menemukan cara untuk penyaluran kreativitasnya, sehingga akhirnya ekses dari kretivitas yang tak tersalurkan tersebut mengarah menjadi tawuran.

Agresi yang menurut psikolog, Murray diartikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain, (dalam Hall & Lindzey, Psikologi kepribadian, 1993).

Dalam membicarakan agresi pada remaja tersebut, ada dua jenis Agresi, yaitu agresi permusuhan (hostile aggression) yang semata- mata dilakukan dengan maksud menyakiti orang lain sebagai ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi, serta agresi instrumental (instrumental aggression) yang mana perilaku agresi hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain selain penderitaan korbannya.

Meninjau dari dunia pendidikan, pendidikan nasional yang bertujuan untuk membentuk generasi muda yang cerdas serta bermoral, dengan kondisi yang terjadi saat ini teryata belum bisa mencapai tujuan tersebut, karena dari segi moral dan tingkah laku belum peserta didik belum mencerminkan adanya keberhasilan dunia pendidikan secara moral, dan tingkah laku pelajar.

Dangen demikian pendidikan tidak hanya berbicara soal nilai dan keberhasilan prestasi peserta didik, namun membangun moral jasmani dan rohani generasi muda untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang bermartabat, sebagai calon pemimpin bangsa yang akan datang.

Saat ini dunia pendidikan telah banyak meninggalkan pembelajaran moral tersebut, karena disetiap sekolah malah dituntut untuk pencapain dari segi angka-angka sebagai bentuk keberhasilan pendidikan tersebut, namun dari segi moral, akidah dan akhlak pendidikan yang diberikan pemerintah bagi masyarakatnya belum bisa dikatakan mencapai target keberhasilan.

Meskipun dalam tawuran antara pelajar yang seringkali terjadi di Kota Padang dianggap Dinas Pendidikan Kota Padang bukanlah tangung jawab pihak sekolah, karena terjadi di luar jam sekolah, namun lebih jauh peran pembelajaran dan mengisi kondisi kejiwaan anak didik juga merupakan peran penting seorang guru dalam mendidik generasi muda cikal bakal pemimpin bangsa.

Solusi terbaik bagi dunia pendidikan saat ini adalah dengan tidak hanya menargetkan nilai tinggi bagi siswanya, namun juga memperhatikan perkembangan kepribadian peserta didiknya, dimana pada rentang usia remaja pada tingkat SLTP dan SLTA tersebut merupakan priode untuk mencari jati diri, sehingga pendidikan moral dan spiritual di masa tersebut juga tidak bisa diabaikan.

Untuk pencapian tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003 tersebut, kesinergian antara pendidikan bagi mengisi intelektual, moral, serta spritual tersebut harus ditingkatkan dengan melakukan penambahan isi kurikulum terkait akhlak.

Agar pencapain tersebut dapat berhasil selanjutnya peran guru bimbingan konseling (BK) yang ada di setiap sekolah saat ini semakin diperlukan, karena peran guru BK tidak hanya soal absensi atau kehadiran siswa, namun mendidik para pelajar yang memiliki indikasi permasalahan dalam rentang usianya menjadi peran penting penyuluhan yang dilakukan oleh seorang guru BK.

Perekrutan dan penempatan guru untuk menjadi guru BK haruslah hati-hati, karena dengan kondisi dunia pendidikan saat ini, kerja berat ada di tangan mereka, agar agresi pada usia remaja dapat diarahkan ke arah yang lebih positif bukan pada hal negatif seperti tawuran.

Di luar dari peran pendidikan bagi generasi muda di sekolah, akhirnya peran masyarakat, orangtua, sebagai sistem kontrol atas perilaku generasi muda juga harus ikut serta demi membangun kepribadian generasi muda yang jauh dari tindakan agresi tersebut, sehingga tercapai tujuan pendidikan nasiaonal yang ada dalam UU. (*/wij)