Ritual Haji, Antara Keseriusan dan Pencitraan

id Ritual Haji, Antara Keseriusan dan Pencitraan

Kawasan Masjidil Haram nampak makin indah karena penyempurnaan di beberapa lokasi untuk kenyamanan ibadah terus berlangsung dan pelataran luar masjid terbesar di dunia itu pun makin nyaman dan terasa luas. Hal ini merupakan satu indikator dari keseriusan dari pihak Kerajaan Arab Saudi dan warga kota Mekah yang antusias dalam menyambut kedatangan tamu Allah. Kenyamanan dan rasa aman dalam menjalankan ibadah haji menjadi prioritas utama pada setiap musim haji tiba. Bagi pemerintah Arab Saudi, selaku khadimul kharamain (pelayan dua kota suci) keseriusan membenahi sarana ibadah amat penting. Selain menjadi bagian pencitraan positif bagi negara tersebut, juga sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam -- dimana pun -- untuk meningkatkan amal ibadah. Tingkat kesalehan seseorang tak dapat diukur dari jumlah kekayaan, suku atau golongan. Di mata Allah, derajat seseorang dapat dibedakan dan dinilai melalui amal ibadahnya. Itulah sebabnya pemerintah setempat berupaya keras secara berkesinambungan memperbaiki rumah ibadah, Masjidil Haram dengan cara menata kawasan sekelilingnya. Pembongkaran terus berlangsung tanpa harus mengganggu ritual haji bagi jemaah dari seluruh dunia tiap tahun. Kini, di kota Mekkah, suasana musim haji makin terasa. Jemaah haji dari berbagai mancanegara sudah mulai berdatangan. Untuk tahun 1431H/2010 M ini, menurut jadwal, jamaah Indonesia akan memasuki Mekah mulai 20 Oktober. Pada Kamis (14/10), jamaah Indonesia yang masuk ke Madinah sudah mencapai sekitar 10 ribu orang dari 37 penerbangan. Ini artinya, jumlah jemaah haji Indonesia yang tiba di tanah suci sudah mencapai sekitar 10 persen lebih, kata Staf Teknis Haji II Subhan Cholid Syafiudin di Jeddah, Jumat petang. Kepala staf Teknis Urusan Haji (TUH) Syairozi Dimyathi mengaku bahwa pemerintah Arab Saudi terus berusaha menyempurnakan pelayanan bagi jemaah haji dari seluruh dunia, yang pada tahun ini diperkirakan mencapai tiga juta jiwa. Indikator kesungguhan itu dapat terlihat dengan dibangunnya sarana angkutan massal berupa monorel. Meskipun pada tahun ini belum bisa beroperasi penuh, tetapi setidaknya ada kerja keras memperbaiki sarana ibadah. Sebelumnya pemerintah Arab Saudi juga telah memperbaiki wilayah jamarat, yang kini diperluas menjadi tiga lantai. Pada beberapa tahun silam, lokasi jamarat dinilai sangat membahayakan jemaah haji ketika melontar. Diharapkan, ke depan, peristiwa jamarat yang mengenaskan karena jatuh kurban tak terulang lagi. Terkait dengan kedatangan jemaah Indonesia, Syairozi Dimyathi menjelaskan diperkirakan pada Jumat (15/10) akan masuk 17 penerbangan, mengangkut sekitar 7.000 orang. Kedatangan calon jamaah haji dari Indonesia yang diangkut maskapai Saudi Arabian sempat mengalami pengunduran jadwal selama 14 jam pada Kamis kemarin. Ini membuat Kementerian Agama melontarkan protes kepada manajamen maskapai. Abdullah, mukimin dari Madura, menuturkan, bagi warga kota Mekah musim haji baru dirasakan tatkala jemaah haji Indonesia telah ikut memadati Madjidil Haram. Suasana semarak haji akan terasa tatkala dari berbagai penjuru pemondokan di seputar Masjidil Haram berduyun-duyun jemaah haji Indonesia masuk ke kawasan kompleks masjid tersebut. Teriakan para pedagang bernuansa Indonesia di sepanjang ruas jalan menuju ke Haram atau sebaliknya akan terasa. Teriakan pedagang untuk menarik perhatian dengan ucapan Indonesia murah, dan ucapan pedagang Arab dibalas dengan ucapan bahil sambil bercanda kerap terdengar. "Indonesia murah," begitu ucapan pedagang Arab di tepi jalan. Ketika Pasar Seng masih ada, yang tiga tahun lalu digusur karena perluasan kompleks Masjidil Haram, kata-kata tersebut sangat kental di telinga jemaah dari tanah air. Kini suasana seperti itu tetap ada. Karena para pedagang Arab paham betul prilaku jemaah Indonesia yang kuat untuk berbelanja sebagai oleh-oleh atau buah tangan bagi sanak keluarganya. Di kawasan sepanjang Ajyad, petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) sudah menemukan ucapan-ucapan seperti itu. Dari tahun ke tahun sebutan Indonesia murah, yang diberi makna bahwa barang yang dijajakan untuk orang Indonesia murah. Namun belakangan ini, ucapan itu mulai "diplesetkan" bahwa yang dimaksud murah sesungguhnya ditujukan kepada para Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia. Alasannya, bisa dilihat berapa banyak TKI yang tidur di kolong jembatan Jeddah menyerahkan diri agar dapat dideportasi pemerintah setempat. Jadi, kata Indonesia murah kini dapat dimaknai oleh pedagang Arab sebagai barang yang ditawarkan kepada jemaah haji Indonesia adalah barang murahan. Lantas, kata murah itu juga bermakna TKW/TKI murah, karena makin banyak minta pulang "gratisan" dengan cara menjatuhkan citra mereka sendiri. Kini, hal ini merupakan suasana biasa di setiap tahun musim haji. Maklum, Indonesia menempati ranking tertinggi kuota haji, yang untuk tahun ini, sebanyak 221 ribu orang. Diperkirakan untuk urutan kedua kuota terbesar berikutnya adalah Turki dan India. Namun besaran angka pastinya, hingga kini belum ada data resmi. Kesiapan kesehatan Tolak ukur suksesnya penyelenggaraan ibadah haji, salah satunya adalah pelayanan kesehatan disamping upaya pelayanan lainnya: transportasi, pemondokan dan katering baik selama di kota Mekah atau Madinah juga selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina. Untuk ini perlu upaya keras menekan angka kematian bagi jemaah haji Indonesia, kata Wakil Kepala PPIH Arab Saudi bidang kesehatan, dr. H. Chairul Nasution. Ia juga menegaskan hingga kini persiapan yang dilakukan sudah mencapai 90 persen. Dukungan peralatan medis, obat-obatan sebanyak 30 ton dari Jakarta sudah datang. Pendistribusian peralatan pendukung ke BPHI di Mekkah dan Madinah sudah rampung. Ia mencatat, sampai saat ini, jumlah jamaah yang berisiko tinggi tercatat ada 35 persen. Total jamaah dari Indonesia mencapai 221 ribu orang, terdiri dari 197.500 jamaah regular dan 23.500 jamaah khusus. Jamaah dengan penyakit berisiko tinggi itu, menurut Wakil Kepala Daerah Kerja Makkah Bidang Kesehatan, dr H Taufik Cahyadi, biasanya akan meningkat. "Data terakhir akan diketahui jika semua jamaah sudah masuk asrama embarkasi. Biasanya yang berisiko tinggi bisa mencapai 50 persen," jelas Taufik di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Makkah. Taufik mengatakan penyakit yang masuk kategori risiko tinggi antara lain penyakit jantung dan paru-paru. BPHI telah siap menangani jamaah berisiko tinggi. Sebagai kesiapan untuk menyambut pelaksanaan ritual haji dalam waktu dekat ini, kesibukan terlihat di BPHI Mekkah. Para tenaga medis mengecek seluruh obat-obatan didukung para pekerja lokal yang bersiap mengantar obat-obatan ke Jeddah. Seluruh persediaan obat-obatan untuk Daerah Kerja (Daker) Jeddah dan Madinah, semua dipasok dari sini," ujar Taufik Cahyadi. Sementara itu beberapa pekerja juga tengah memeriksa instalasi listrik. Kamis sore, listrik BPHI sempat mati dan litf ada yang belum bisa jalan. Cadangan listrik dari generator, menurut Taufik, akan disiapkan. BPHI memanfaatkan empat lantai bangunan di Holidiah Mekah. Disediakan lebih dari 150 ranjang pasien, termasuk 12 ranjang di ruang ICU/ICCU. Tersedia juga ruang untuk jamaah yang mengalami gangguan jiwa. Bangunan BPHI ini telah disewa untuk jangka waktu setahun, melanjutkan sewa tahun sebelumnya. Tapi, kata Taufik, BPHI hanya beroperasi selama empat bulan. Selebihnya, kosong kegiatan. "Untuk menyiapkan kembali menjadi BPHI setara dengan rumah sakit tipe C, kami memerlukan waktu sekitar seminggu untuk membersihkan debu," ujar Taufik. Pada Kamis lalu, menurut Taufik, persiapan BPHI telah mencapai 99 persen. Tenaga medis, terdiri dari 14 dokter ahli, tiga dokter umum, dan satu dokter gigi, serta 74 tenaga medis meliputi di antaranya 44 perawat dan dua ahli gizi-- telah siap memberikan pelayanan. Di setiap lantai akan disediakan empat perawat yang piket 12 jam. Kamis, rombongan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipimpin Prof Istibsyarah, sempat melakukan peninjauan ke BPHI. Di Madinah, rombongan DPD sempat menemukan salah satu pasien diabetes berusia 62 tahun yang tak memiliki catatan medis tentang penyakitnya itu di buku kesehatan haji. Pasien dari Sumatra Utara itu butuh penanganan serius karena penyakitnya sudah parah. DPD berharap petugas kesehatan harus benar-benar cermat memeriksa calon jamaah haji. ***