Sudan Selatan: Sanksi-sanksi PBB Tak akan Bantu Perdamaian

id Sudan Selatan: Sanksi-sanksi PBB Tak akan Bantu Perdamaian

PBB, AS, (Antara/AFP) - Sudan Selatan mengatakan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa Selasa bahwa pemberian sanksi-sanksi kepada pihak-pihak yang berperang akan mengeraskan posisi dan menyulitkan upaya untuk mengakhiri hampir satu tahun pertempuran. Amerika Serikat telah menyatakan rencananya untuk menghadirkan pengaturan rancangan resolusi sanksi rezim bagi Sudan Selatan yang telah dilanda kekerasan yang telah menewaskkan puluhan ribu orang. Duta Besar Sudan Selatan mengatakan kepada dewan 15-anggota bahwa frustrasi dengan kurangnya kemajuan dalam pembicaraan perdamaian bisa dipahami, tetapi memaksakan sanksi-sanksi bukan jawabannya. "Satu solusi yang berkelanjutan terhadap krisis saat ini di Sudan Selatan tidak bisa dicapai dengan pengenaan sanksi-sanksi," kata Francis Mading Deng. Sanksi-sanksi "hampir tidak pernah mencapai tujuan yang diinginkan mereka," katanya. "Mereka hanya cenderung mengeraskan posisi ke arah konfrontasi bukan kerja sama." Yang terbaru dalam serangkaian penawaran gencatan senjata yang dicapai awal bulan ini antara Presiden Salva Kiir dan mantan wakil presidennya, Riek Machar, hanya menjadi rusak beberapa jam kemudian. Meskipun banyak pelanggaran gencatan senjata, pemerintah di Juba "masih optimis bahwa kesepakatan perdamaian adalah mungkin dan memang penting," kata duta besar. Dia mengatakan, sebagian itu disebabkan lambatnya pembicaraan perdamaian yang sering ditangguhkan oleh mediator wilayah. Dewan PBB menyetujui Selasa untuk memperbaharui mandat misi PBB di Sudan Selatan selama enam bulan dan memperingatkan pihaknya siap untuk mempertimbangkan "sesuai langkah-langkah" untuk menghukum orang-orang yang menghambat upaya perdamaian. Negara termuda di dunia itu meluncur kedalam perang ketika sengketa politik pecah antara Kiir dan Machar pada Desember tahun lalu, tetapi kekerasan telah diperluas dengan pertempuran-pertempuran yang melibatkan kelompok etnis dan suku. Hampir dua juta orang telah meninggalkan rumah mereka dalam pertempuran itu, termasuk 100.000 warga sipil yang melarikan diri ke pangkalan-pangkalan PBB untuk berlindung. (*/sun)