Anies: Pendidikan Inklusif Hak Anak Berkebutuhan Khusus

id Anies: Pendidikan Inklusif Hak Anak Berkebutuhan Khusus

Anies: Pendidikan Inklusif Hak Anak Berkebutuhan Khusus

Anies Baswedan

Denpasar (ANTARA) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan pendidikan inklusif akan memberikan hak pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. "Selain itu juga menjadi sarana yang sangat efektif dalam menanamkan pendidikan karakter," kata Menteri Anies Baswedan dalam sambutan tertulis dibacakan Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Prof Dr Ir Achmad Jazidie di Denpasar, awal pekan ini. Pada acara Deklarasi Pendidikan Inklusif tingkat Provinsi Bali Ia mengatakan, pembagunan pendidikan nasional diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi kecerdasan manusia secara komprehensif dan holistik mencakup tiga aspek yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal itu sesuai dengan amanat Undang-Undang, baik itu UUD 45 Yang telah diamandemen, maupun UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menteri Anies Baswedan menegaskan, bercampurnya anak yang berasal dari berbagai latar belakang ekonomi, sosial, budaya dan karakteristik dalam lingkungan sekolah inklusif diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian, kerja sama, dan saling menghargai perbedaan. Melalui pendidkan inklusif, para guru dan kepala sekolah diharapkan lebih kreatif dan berinovasi untuk bisa melayani serta menyelenggarakan pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik yang beragam tersebut. Penyediaan hak pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pertumbuhannyasetiap tahun lebih dari 10.000 akses. Menteri Anies Baswedan menambahkan, angka partisipasi murni anak berkebutuhan khusus masih sekitar 34,2 persen, dan data itu menunjukkan bahwa masih banyak anak berkebutuhan khusus di Indonesia belum tersentuh layanan pendidikan. "Hal itu akibat orang tua memiliki anak berkebutuhan khusus adalah aib, dengan demikian pihaknya malu meiliki anak berkebutuhan khusus sehingga disembunyikannya," kata Anies. Gerakan inklusisf telah dimulai sejak tahun 2012 dan sampai saat ini delapan provinsi menjadi provinsi pendidikan inklusif yaitu Kalimantan Selatan, Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Sumatra Barat. Bali sebagai provinsi inklusif yang kesembilan. Ia mengharapkan melalui program tersebut mampu menjangkau simpul-simpul anak yang sulit mendapatkan layanan pendidikan regular, seperti anak yang tinggal di pinggir hutan, anak jalanan, anak di daerah terpencil dan anak-anak di daerah perbatsan, semuanya bisa diselamatkan dari putus sekolah. Pihaknya mengakui, sejumlah isu yang masih menjadi kendala antara lain minimnya sarana dan prasarana yang aksesibel, keterbatasan jumlah dan kompetensi guru regular yang mampu melayani anak berkebutuhan khusus. Selain itu belum adanya aturan kebijakan yang kongkrit bagi karier guru pembimbing khusus (GPK). Menteri mengingatkan masalah pendidikan inklusif tidak bisa hanya diselesaikan oleh satu direktorat jenderal karena harus melibatkan stakeholder lainnya yang menangani pelatihan, rekrutmen, formasi guru, dan kepala sekolah. "Hal lain yang tidak kalah penting keterlibatan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagai pemegang mandat otonomi daerah," ujar Menteri. (*/sun)