JPPI: "Kartu Indonesia Pintar" Butuh Rp21 Triliun

id JPPI: "Kartu Indonesia Pintar" Butuh Rp21 Triliun

Jakarta, (Antara) - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) memperkirakan anggaran yang dibutuhkan untuk menerapkan program pemerintahan baru Jokowi-JK berupa "Kartu Indonesia Pintar" mencapai Rp21 triliun/tahun. "Tim kami sudah melakukan riset dan membahasnya, anggaran yang dibutuhkan untuk program itu mencapai Rp14 hingga 21 triliun. Itu bisa didapatkan dari beasiswa siswa miskin, efisiensi anggaran di Kementerian Pendidikan serta Kementerian Agama yang terkait dengan pendidikan," kata Ketua JPPI, Abdul Waidl di Jakarta, Jumat (19/9). Ia mengaku selama ini sejumlah pengamat dan kalangan pendidikan meragukan atau pesimitis program itu bisa terealisasi, sebab tidak ada ruang fiskal pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). "Hitungan yang kami lakukan untuk program itu akan menjangkau sekitar 11 juta siswa miskin dari tingat SD, SMP dan SMA atau sejenisnya, seperti Madarasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah serta Aliyah, dengan model penyaluran per tiga bulan sekali di minggu pertama," tuturnya. Menurut dia, program itu sangat bagus dan bisa terealisasi dengan mudah asal ada komitmen kuat dari pemerintah untuk menerapkannya, karena akan sangat membantu siswa miskin di sejumlah daerah. Ia menjelaskan dalam penyaluran anggaran, langsung berasal dari Kementerian Keuangan dikirim ke rekening pengelola pendidikan yang selama ini sudah ada di sejumlah daerah, kemudian diambil oleh siswa atau orang tua yang memegang kartu. "Jadi tidak dilewatkan ke pemerintah daerah, sekolahan atau APBD. Tapi langsung ke pengelola dana pendidikan dengan terlebih dahulu membuat mekanisme yang tepat sasaran," ucapnya. Sementara apabila disalahgunakan atau dibelanjakan di luar pendidikan akan mendapat sanksi tegas, dan sanksi akan diterima siswa serta penyelenggara pendidikan seperti guru atau kepala sekolah. "Sanksi harus tegas, sehingga butuh pengawasan berbagai pihak, terutama sekolah dengan beberapa skema saat melakukan pendataan awal, kemudian pengawasan dari orang tua," tukasnya. Waidl mengaku sangat mengapresiasi program ini dan telah mengajukan hasil risetnya ke pemerintahan transisi Jokowi-JK, karena secara tidak langsung program ini akan meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang pada tahun 2013 masih menempati posisi ke-108 dari 287 negara. "Indonesia masuk dalam kelompok pembangunan manusia sedang, posisinya di atas Filipina (nomor 117). Adapun Singapura berada di kelompok pembangunan manusia sangat tinggi, sementara Malaysia dan Thailand di kelompok pembangunan tinggi," ungkapnya. Sebelumnya dalam kampanye pasangan Jokowi-JK akan menerapkan program "Kartu Indonesia Pintar" dan "Kartu Indonesia Sehat" apabila terpilih dan memerintah Indonesia 5 tahun ke depan. (*/WIJ)