Poppy: MK Jangan Biarkan Kecurangan dalam Pemilu

id Poppy: MK Jangan Biarkan Kecurangan dalam Pemilu

Jakarta, (Antara) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Poppy Dharsono menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) jangan membiarkan terjadinya kecurangan dan kejahatan dalam pemilu untuk memilih anggota legislatif pada 9 April 2014. "Kalau MK membiarkan dan membenarkan kejahatan pemilu yang terjadi secara terencana dan sistematis maka pelaksanaan pemilu presiden dan hasilnya menjadi tidak memiliki legitimasi," kata Poppy Dharsono di Jakarta, Kamis. Anggota DPD dari daerah pemilihan Jawa Tengah ini mengajukan gugatan kecurangan pemilu. Sengketa hasil pemilu legislatif yang diajukannya sedang di sidang di MK. "MK tidak boleh membiarkan berbagai kejahatan dalam pemilu," katanya dalam keterangan persnya. Sementara itu, ahli hukum Hermawanto SH mengungkap kecurangan yang terjadi dalam pemilu dan hal itu sebenarnya sudah bisa diprediksi. Dimulai dengan persoalan daftar pemilih tetap (DPT, penyelenggaraan pemilu ulang di 23 provinsi, 90 kabupaten/kota, 770 TPS, hingga pemecatan 17 komisioner KPUD oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena melakukan kecurangan dalam proses Pemilu. "Selain itu, juga ditemukan banyaknya Form C-1 ganda, Pengurangan dan penggelembungan suara yang dilakukan oleh oknum di KPU beserta jajarannya di tingkat bawah," ujarnya. Namun demikian, menurut dia, ada kesalahan yang sangat mendasar dengan menggambarkan bahwa yang terjadi hanyalah merupakan pelanggaran atau kecurangan pada proses penghitungan suara yang hanya masuk pada wilayah hukum perdata, sehingga harus melalui jalur MK. "Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah kejahatan. Yang terjadi adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Baik berupa tindakan pidana umum berupa pemalsuan akta dan dokumen palsu," ujarnya. Pemalsuan dokumen itu, menurut dia, terbukti dengan banyaknya perbedaan suara antara C-1, D-1, DA-1, DB-1 dan DC-1. Kejahatan pemilu terkait tindak pidana Pemilu itu diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012. (*/jno)